Harapan itu selalu ada untuk orang-orang yang tidak mudah menyerah! Semangaaaaaaaaaaaaaat! :)

Minggu, 20 April 2014

BE YOURSELP !

BE YOURSELP!
oleh
Meilani Yunda Pratiwi



          Pada suatu hari, hiduplah seorang pemuda labil bernama Bangun. Kebanyakan remaja, memang masih mengalami masa-masa labil di dalam hidupnya. Beruntung, Bangun memiliki dua sahabat baik bernama Bangkit dan Bintang yang bisa mengerti kelabilannya.

          “Kit, gue pengen banget eksis dan dikenal sama semua mahasiswa kaya si Joy! Tapi gimana yak caranya?” Ucap Bangun sambil mengelus dagunya dan melihat ke arah Joy yang sedang dikerumuni banyak cewek dan siluman setengah cewek.

          “Ah, lu dari dulu nanya mulu, kagak ada action! Lagian si Joy udah dari sononya terlahir kaya raya dan punya wajah nampan. Mana bisa, lu nyaingin dia.” Bangkit mencibir.
          “Tampan keleus. Coba kucek mata lu dulu, dia tampan diliat darimananya?” Bangun memicingkan matanya.

          “Diliat dari puncak Monas pake sedotan aqua gelas.” Ucap Bangkit tanpa ekspresi. Membuat Bangun sontak tertawa membayangkannya.

          “Hahaha! Bisa jadi, bisa jadi.” Bangun manggut-manggut sambil tertawa.

***
Joy memasuki lobi kampus saat segerombolan cewek tulen dan siluman setengah cewek menyerbunya. Dengan tampang maskulin dan status sosial tinggi yang dimilikinya, membuat dia  banyak digandrungi kaum hawa yang sekedar naksir sampai yang tergila-gila padanya.

“Aaaaaaa… Joy! Nanti siang makan bareng yuuuk?” Ucap seorang cewek mengguncang lengan Joy.

“Joooy! Makan bareng sama aku aja, ya?” Ujar cewek lainnya.

“Joy ganteng, sama akika aja ya. Dijamin deh endes!” Ucap salah seorang siluman setengah cewek yang bernama Mince.

Melihat dua onggok cowok tengah melihat lekat ke arahnya, Joy menghampiri mereka sambil mengusir para penggemarnya.

***
“Udara pengap banget ya pagi-pagi udah ngeliat muka dua sejoli ini.” Ujar Joy masih dengan gaya sok coolnya disertai senyum meremehkan.

Bangun seketika bangkit dari duduknya karena tersulut emosi, “Maksud lu apa?”

“Kenapa lu Joy? Ada masalah sama kita?” Bangkit memegangi bahu Bangun agar tidak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan.

“Gue mau ngasih peringatan buat lu, supaya jauh-jauh deh dari cewek idaman gue, si Bintang!” Telunjuk Joy mengarah kepada Bangun.

“Terserah gue dong, mau deket sama satpam kek, Bintang kek. Ini negara demokrasi coy! Setiap warga negara berhak menentukan pilihannya.” Bangun mengeluarkan jurus hafalan UUD ’45 andalannya. Efek dari hukuman menghafal pasal karena hobinya tidur di kelas.

“Udahlah, nggak usah bawa-bawa UUD. Siapa nama lu? Bangun? Bangun dari kubur? Haha.” Ejek Joy. “Inget ya, gue Joyo Kencono! Pewaris tunggal harta kekayaan Joko Kencono. Jauhin Bintang Kejora gue, kalo nggak, lu bakal tamat!” Ancam Joy sambil beranjak pergi.

“Eh, Koyo cabe Kencono! Gue nggak takut sama anceman lu!” Teriak Bangun pada Joy. “Lo seharusnya malu, semua yang lu pamerin itu harta bokap lu, bukan harta hasil keringat lu!”

“Udahlah, nggak usah lu ladenin. Ribut sama dia bikin capek doang tau nggak.” Ujar Bangkit menasehati Bangun.

Joy kembali dan menarik kerah baju Bangun, “Nama gue, JOY! Harta bokap gue itu harta gue juga! Kenapa? Masalah buat lu? Hah?!” Ucapnya dengan keras lalu mengenyahkan kerah baju Bangun dengan kasar. Rasa iri Bangun terhadap ketenaran Joy seketika sirna saat mengetahui kelakuannya yang minus.

***
“Ganteng dan tenar, tapi kelakuan minus! Lu masih pengen ikut-ikutan tenar kaya si Joy?” Ucap Bangkit sambil bercermin merapikan model rambutnya yang dibikin mirip Lee Min Ho, aktor Korea favorit pacarnya.

“Gue jadi bimbang bambang nih. Tapi bagian di dalam hati kecil gue yang paling kecil, masih bermimpi jadi tenar. OK! Gue pasti bisa tenar tanpa harus ngikut-ngikut gayanya si Koyo cabe.” Bangun pun bangkit dari duduknya.

“Terus, masalah Bintang Kejora gimana coy?” Tanya Bangkit masih fokus dengan cerminnya.

“Sotoy aja tuh si Koyo cabe. Gue sama Bintang selama ini ya kaya gue sama lu, Kit. Kita sahabat doang.”

“Menurut lu mungkin cuma sahabat, tapi emang lu tau gimana menurut Bintang? Cewek terkadang emang susah buat nyatain perasaan ke temennya. Apalagi kalo temenannya udah akrab banget.”

Bangun mulai jijik melihat kelakuan Bangkit yang absurb. “Kit, lu beneran kan masih cowok tulen? Ngaca mulu luh! Jadi Mince, baru tau rasa! Haha.”

Bangkit spontan melempar kaca yang sedari tadi dipegangnya. “Aduh cyin, khilaf gue. Haha.” Bangkit menirukan gaya Mince berbicara. Bangun berhasil mengalihkan pembicaraan.

***
“Kit, nih, gue kemaren ke toko buku dan nemu buku ‘Cara Jitu Menjadi Tenar’. Kita coba deh satu-satu.” Bangun membacanya dengan antusias.

Bangkit pun ikut membacanya, “Dimulai dari hal yang sederhana, tebarlah selalu senyuman juga keramahan meskipun kepada orang yang tidak kamu kenal.”

Datanglah Bintang mengagetkan keduanya yang sedang serius membaca, “Hayooo kalian lagi ngapaiin?” Suara Bintang yang menggelegar berhasil membuat buku di tangan Bangun pun terlempar.

“Buseeet, nih cewek suaranya udah kaya toa masjid aja!” Runtuk Bangkit mengelus-elus telinganya sama seperti Bangun.

“Hahaha! Pada serius amat. Baca apaan sih?” Bintang mengambil buku yang terjatuh ke lantai. “Cara Jitu Menjadi Tenar? Siapa yang pengen tenar? Kalian? Hahaha.” Bintang menertawakan kedua sahabatnya itu.

“Bintang, DIEM LO!” Bangun tiba-tiba membentak Bintang. Seketika Bintang menghentikan tawanya dan suasana jadi hening.

“Jangan ketawa! Nanti lo tambah manis! Hahaha.” Kini giliran Bangun yang menertawai Bintang. Bangkit hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan temannya.

Bintang masih terdiam menutupi wajahnya dengan buku tadi karena takut ketahuan kalau pipinya bersemu merah. “Dasar!” Hanya itu kata yang bisa terucap dari bibirnya.

Bangun pun mencoba mengambil bukunya kembali dari tangan Bintang, dan dia berhasil merebutnya. Bangun tidak menyadari semu merah di pipi Bintang, tapi Bangkit menyadarinya.

“Ciee, Bintang, pipi lu merah gitu. Kena gombalannya si Bangun lu ye?” Goda Bangkit pada Bintang.

“Apaan lu, Kit! Pipi gue merah gara-gara kena hawa dingin keleus.” Bintang menutupi kedua pipinya dengan tangan.
***
Usaha Bangun ingin tenar pun terus berlanjut. Ada beberapa cara yang gagal tetapi ada juga yang berhasil. Segala resiko dan efek ingin jadi tenar pun diterimanya. Dari menebar senyum ke semua orang sampai dianggap kurang waras. Bahkan di teriakin copet gara-gara maksa pengen bantuin ibu-ibu dosen bawa tasnya. Di lain hari, Bangun berdandan ala ustadz yang tenar di televisi, dengan kopiah dan baju kokonya.

“Assalamu’alaikum, Ahlan Wa Sahlan! Kaifaa Haluuq saudaraku?” Seru Bangun dengan lantang di hadapan banyak mahasiswa dengan cengkok ala orang arab yang dibuat-buat.
“Hahaha.” Seisi kampus tertawa melihat ulah Bangun untuk kesekian kalinya. Dia memang benar-benar mempraktekan tips yang ada dibuku miliknya itu.

“Wa’alaikumsalam, ya Bangun dari kubur! Haha. Gimana pun caranya lu usaha pengin tenar kaya gue, lu itu nggak akan pernah bisa!” Cibir Joy berlalu pergi sambil sengaja menabrakkan bahunya pada Bangun.

Bangun terpancing emosi. Beruntung, Bangkit serta Bintang datang di saat yang tepat dan segera menahan Bangun yang ingin mengejar Joy.
***
“Duh, Pak Ustadz, kenafa ente jadi begini?” Bangkit keheranan.

 “Udahlah, apa sih tujuan lu kalo emang nanti lu bisa tenar di kampus ini?” Bintang memukul bahu Bangun dengan pelan.

“Yaa, awalnya gue emang iri sama ketenarannya si Koyo cabe. Tapi gue udah punya tujuan sendiri. Gue ingin dikenal sebagai orang yang berharga dan berguna buat kampus ini, kalo jadi ustadz begini kan biar kaya yang di TV itu.”

“Lu mahasiswa bukan sih? Pikiran lu mesti dibenerin kayanya! Eh, kalo ustadznya macem kaya lu, siapa yang mau jadi ustadzahnya? Haha!” Bintang mencibir.

“Kan ada lo.” Sahut Bangun sambil berlalu, tanpa mempedulikan efek perkataannya terhadap Bintang.

Untuk kedua kalinya pipi Bintang bersemu merah.
***
Bangun sudah lelah, dia sudah capek mengikuti anjuran buku yang sampai kini tidak juga membuatnya menjadi tenar. Dia berjalan lesu menuju pintu masuk lobi dan melihat adegan ala telenovela yang terjadi di hadapannya.

“Bintang, aku adalah hamparan langit yang mendambakan sinarmu sejak dulu. Aku ingin kamu jadi satu-satunya penerang hatiku, terimalah cintaku, Bintang.” Joy berlutut di hadapan Bintang sambil memberikan bunga Kamboja.

“Sori, Joy. Gue nggak bisa jadi Bintang penerang lu. Karena gue adalah bintang jatuh yang udah jatuh ke dalam hati orang lain. Lagian, gue juga nggak suka bunga Kamboja, itu kan buat kuburan.”

Mendengar penolakan itu, Joy pun kecewa. “Sial! Gue ketipu tukang bunga!”
***
“Bangun, muka lu kenapa? Kok ditekuk kaya origami gitu?” Bintang mencoba melucu namun Bangun hanya menoleh lalu melanjutkan langkahnya.

Keduanya pun akhinya duduk di sebuah kursi yang disediakan di lobi kampus.

“Gue galau, nggak tau harus gimana lagi biar bisa tenar.” Ucap Bangun datar.

“OK! Dengerin gue baik-baik karena gue nggak bakal ngulangin lagi.” Bintang pun berdehem sesaat. “Bangun, sebenernya lo nggak perlu susah-susah ngikutin semua anjuran dari buku itu. Semua itu jadi nggak penting! Kalo lo ngelakuin apapun, tapi jadi orang lain. Cukup jadi diri lo sendiri. Gue jadi sahabat lo, karena lo menjadi diri lo sendiri. Lo ingin membuat diri lo berguna untuk kampus ini, buatlah prestasi pake usaha lo. Ingat! Be yourself.” Lalu Bintang tersenyum dengan manis.

Bangun pun hanya bisa tercengang mendengar petuah dari Bintang ditambah lagi dengan senyum manis yang tersungging di wajahnya.

Bintang melihat jam tangannya, “Waduh! Gue ada kelas nih, cin. Gue duluan yah! Daah~” Bintang pun berlari meninggalkan Bangun yang masih tercengang.

Beberapa saat kemudian Bangun pun tersadar lalu membuka panduan terakhir di buku sakti miliknya itu, “Ketika semua cara di halaman sebelumnya telah kamu coba, kami yakin kamu tidak akan berhasil menjadi dikenal atau terkenal (tenar) seperti orang lain! Karena sesungguhnya, proud to be yourselp itu yang paling penting! Jadilah dirimu sendiri, niscaya kamu akan tenar.”

“Sialan! Ini buku, sialan tapi ada benernya juga. Hah!” Bangun pun melempar buku itu saking kesalnya.

Buku itu terlempar dan mengenai seseorang yang tengah berjalan ke arah Bangun. “Aduh! Siake!” Ucap Bangkit sambil mengelus-elus lengannya karena terkena lemparan buku sakti.

“Woy, Bangun! Wah, nggak kira-kira lu. Kena gue nih.” Sungut Bangkit.

“Wahaha. Sori, Kit! Gue kesel banget soalnya sama itu buku!”

“Emang naha? Kenapa?” Bangkit mengernyitkan dahi.

“Lu baca aja halaman terakhirnya.” Bangun memanyunkan bibirnya. Bangkit pun membacanya dan seketika tertawa.

“Hahaha! Ini sih namanya pembeli buku yang kurang jeli. Tapi ko tulisannya be yourselp ya?” Tawa Bangkit.

“Tau deh, salah ketik kali penulisnya. Atau mungkin penulisnya orang Sunda.” Bangun menaikkan bahunya.

“Walaupun ngeselin, tapi ada benernya juga tuh buku. Dan sama banget dengan kata-kata yang disampein sama Bintang ke gue.” Ujar Bangun lagi dengan senyuman.

“Memangnya Bintang teh ngomong naon?” Mendadak Bangkit berbahasa Sunda.

“Bintang ngasih nasehat kaya apa yang dibilang buku itu.”

“Bagus dong! Kita memang harus ‘be yourselp’! Haha.”

“Kesambet apa lu tiba-tiba pake bahasa Sunda?” Bangun keheranan.

“So, apa hikmah yang lu dapet dari kejadian ini?” Bangkit merangkul pundak Bangun.

“Gue hanya perlu menjadi diri gue sendiri, itu udah cukup. Be yourselp! Haha!” Bangun pun siap untuk menjalani hari-hari selanjutnya tanpa harus membaca buku panduan apapun. 

Karena menjadi diri sendiri itu lebih baik. : )


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.