PANORAMA
KEINDAHAN DANAWARIH
Saat menginjak
kelas satu SMA, saya pergi ke sebuah tempat wisata lokal bersama teman-teman
satu ekstrakurikuler Kerohanian Islam (ROHIS). Perjalanan wisata ini biasa
disebut dengan tafakur alam.
Lokasi tafakur
alam yang kami kunjungi ini bernama DANAWARIH. Danawarih yang memiliki arti
sebagai tempat menampung air yang banyak. Ya, tempat ini merupakan sebuah
bendungan yang digunakan masyarakat sekitar sebagai sumber pengairan mereka.
Baik untuk mengairi ladang maupun untuk keperluan sehari-hari.
Danawarih
terletak di daerah Balapulang, Kabupaten Tegal.
Hari itu kami
berkumpul terlebih dahulu di sekolah untuk berangkat bersama menggunakan dua
buah angkutan umum yang telah kami sewa. Kami memang harus menyewa kendaraan untuk
menuju ke sana karena belum ada trayek angkutan yang menuju tempat wisata
Danawarih saat itu. Perlu waktu sekitar satu hingga dua jam untuk sampai ke
Danawarih jika menggunakan angkutan umum. Tidak hanya lokasinya yang memang
cukup jauh dari sekolah kami tetapi juga karena akses jalan menuju bendungan Danawarih
yang hanya dapat di tempuh dengan berjalan kaki, menggunakan sepeda maupun
sepeda motor saja. Jadilah setelah sampai di desa Danawarih, angkutan yang kami
tumpangi tersebut berhenti tepat di perbatasan jalan yang hanya bisa ditempuh
dengan cara tadi.
Satu per satu
dari kami menyusuri setapak demi setapak jalan menuju bendungan. Baru saja
menuruni turunan dari perbatasan jalan tadi, saya melihat sebuah pemandangan
yang begitu asri dan menyejukkan di depan mata. Hanya warna hijau pepohonan dan
suara aliran sungai yang jernih lah yang saya dengar disepanjang jalan.
|
image source: dokumen pribadi |
Terlihat
hamparan terasering dan hamparan hutan jati di kejauhan, dahan-dahannya
terlihat bergoyang kesana kemari tersapu angin seakan bernyanyi bahagia
menyambut kedatangan saya dan teman-teman. Di kanan dan kiri jalan yang saya
lewati juga terdapat barisan pepohonan yang menjulang tinggi dan meneduhi. Bisa
terlihat dari ukurannya yang begitu besar, pohon-pohon itu sepertinya sudah
berumur sangat lama. Tidak hanya itu, di sebelah kanan jalan menuju bendungan
juga terdapat aliran sungai yang sangat jernih sehingga saya dan teman-teman
dapat melihat ke dasar sungainya. Sungguh, tempat yang sangat membuat saya
ingin selalu tinggal di sana. Bahkan pikiran saya sempat bertanya-tanya
sendiri, apakah surga seperti di sini? Jika di sini memiliki tempat yang sangat
indah seperti ini, bagaimana di surga? Pasti lebih indahnya lebih dari di sini.
Tidak ada suara bising ataupun polusi-polusi yang meracuni udara, tanah dan
sungai.
|
image source: www.khaedaralie.blogspot.com |
Di Danawarih
tidak hanya terkenal dengan bendungan besar dan pemandangannya yang indah saja
tetapi di sana juga dapat dijadikan sebagai tujuan wisata religi. Karena tidak
jauh dari tempat perbatasan jalan masuk menuju bendungan, terdapat sebuah
bangunan berpagar biru putih yang ternyata merupakan sebuah makam. Makam
tersebut merupakan yang dikeramatkan tidak hanya oleh warga sekitar tetapi juga
oleh seluruh masyarakat Kab. Tegal. Karena makam tersebut merupakan makam dari
pendiri Kota Tegal yang bernama Ki Gede Sebayu. Untuk memasuki makam tersebut
juga tidak bisa sembarangan. Terdapat peraturan yang harus dipatuhi. Yaitu
pengunjung tidak boleh membuat kegaduhan, dilarang merokok dan dilarang masuk
bagi wanita yang sedang berhalangan. Jika ada yang dengan sengaja melanggar,
dipercaya akan terjadi sesuatu yang buruk terhadap orang tersebut. Entah apakah
hal tersebut benar adanya atau tidak. Tetapi terkadang untuk melindungi serta
melestarikan suatu cagar budaya, mitos adalah suatu hal yang cukup membantu
untuk membuat cagar budaya tersebut lebih lestari dan terlindungi dari
tangan-tangan jahil manusia.
|
image source: www.google.com |
|
di dalam bangunan inilah terdapat makam Ki Gede Sebayu |
Di area luar
makam juga tersedia fasilitas umum seperti toilet dan mushola bagi yang ingin
beribadah.
Setelah sekitar
30 menit berjalan bersama melewati rindangnya pepohonan. Saya dan teman-teman
akhirnya sampai di tebing yang berada di tepi sungai besar, Danawarih. Kami
singgah di sana beberapa menit untuk beristirahat sejenak sambil mempersiapkan
barang yang akan di bawa untuk turun ke sungai.
|
take a rest for a few minute |
Saya dan
teman-teman akhirnya turun ke sungai dengan hati-hati karena kami harus
melewati tanah yang liat dan melompati beberapa batu. Kami saling membantu satu
sama lain. Rasanya sangat senang ketika akhirnya sampai di tepi aliran sungai. Sungai
yang begitu bersih terlihat di depan mata, tidak ada sampah yang mencemari
sungai. Saya menenggelamkan kaki di antara riak-riak air sungai sambil bercanda
mencipratkan air ke arah teman-teman. Mereka pun membalas dan perang air
akhirnya tidak terhindarkan. Rasanya seperti mengulang masa ketika bermain di
sungai saat masih kecil dulu.
Tak berapa
lama, ketua organisasi Kerohanian Islam kami menenangkan keramaian yang terjadi
dan menjelaskan bahwa kami harus membagi team
menjadi dua kelompok dan berdiri di tempat yang terpisah untuk melakukan sebuah
games kecil-kecilan. Games ini berguna sebagai media untuk
lebih mengakrabkan hubungan antar anggota tanpa harus memandang status sebagai
junior atau senior. Karena apapun status yang disandang, hubungan di antara
kami adalah sebagai teman sekaligus keluarga di bawah naungan organisasi rohis.
Datang lah beberapa
anggota rohis yang lain dengan membawa beberapa kantong plastik bening yang
telah terisi air sungai. Aturan permainannya, jika ada kantong plastik berisi
air yang paling banyak mengenai tim lain, maka tim tersebut yang menang. Perang
lempar air itu pun dimulai. Kedua tim saling menyerang satu sama lain dan jika
ada kantong air yang mengenai lawan dan pecah, maka plastik tersebut harus
segera dipungut agar tidak mengotori sungai.
|
bersiap sebelum perang air |
|
teamku |
|
kakak senior memberikan semangat untuk tim yang berperang air dengan gaya mereka |
|
the war is beginning! Perang pun dimulaiiiiiiii |
|
timku |
|
timku mencoba menghindari serangan dari tim lawan |
Saya dan
teman-teman saling melempar sambil tertawa bahagia karena ada beberapa anggota
tim yang bersembunyi dengan cara menenggelamkan badannya ke dalam sungai untuk
menghindari lemparan dan hanya menyisakan kepalanya saja di permukaan air. Ada
pula yang bersembunyi di balik batu-batu besar yang diduga terbawa bersama
lahar dingin pada saat gunung di Jawa Tengah meletus beberapa tahun yang silam.
Batu-batuan tersebut ada yang teronggok di tepian hingga ke tengah sungai.
Ukurannya pun ada yang teramat sangat besar hingga yang berukuran kecil.
|
berdoa terlebih dahulu sebelum makan sebagai tanda syukur |
|
break for lunch |
|
image source: wikipedia.org |
Setelah
berbasah-basah ria di sungai, kami kembali naik ke tebing dan menggelar acara
makan siang bersama. Namun karena hari itu adalah hari kamis jadi terdapat
beberapa anggota yang tidak makan siang karena sedang melakukan ibadah shaum (puasa). Meskipun hari sudah mulai
siang dan matahari semakin terik bersinar, udara di Danawarih masih terasa
sejuk karena memang letaknya yang berada di dataran tinggi. Selain itu, saat
saya dan teman-teman berkunjung ke sana bertepatan dengan musim penghujan. Jadi
walaupun matahari bersinar terik, gumpalan-gumpalan awan mendung tetap
berkeliaran mengitari hamparan langit menunggu waktu yang tepat untuk
menghujani daerah di bawahnya.
Tidak jauh dari
tebing, terdapat sebuah jembatan gantung sepanjang ±200 meter membentang di
atas sungai. Kami pun memutuskan untuk menyeberanginya dan singgah di desa
seberang. Jembatan gantung yang cukup kokoh dan hanya hanya memiliki lebar satu
meter itu menghubungkan desa Danawarih dan desa Sangkan Jaya. Karena itulah,
jembatan itu adalah akses satu-satunya bagi warga untuk saling mengunjungi jika
memiliki kerabat di desa seberang, juga sangat berguna bagi masyarakat Sangkan
Jaya yang akan menuju ke daerah kota.
Satu persatu
menyeberangi jembatan dengan hati-hati. Namun beberapa anggota akhwat
(perempuan) agak histeris ketika melewati tengah-tengah jembatan karena
jembatan bergoyang kesana kemari seolah akan jatuh. Meskipun histeris kami
malah sempat saling mentertawai karena melihat ekspresi panik yang lucu. Tetapi
rasa takut seketika hilang saat kami kembali menyaksikan sekali lagi
pemandangan begitu indah yang disajikan oleh alam semesta. Siluet pegunungan
dan bukit membentang di kejauhan. Sungai besar yang terbelah seolah tergambar
oleh alam bermuara ke tengah pengunungan dan bukit itu. Hamparan hutan dan
ladang di kejauhan, burung-burung kecil berkerumun terbang membelah angkasa
dengan sayap-sayap kecil mereka. Seperti tiada lelah menempuh jarak yang begitu
jauh untuk dapat menyaksikan alam semesta yang begitu indah tercipta oleh Tuhan
Yang Maha Kuasa.
Sehabis singgah
sejenak di desa Sangkan Jaya, kami memutuskan kembali ke desa Danawarih untuk
melaksanakan sholat Dzuhur berjamaah di area mushola makam Ki Gede Sebayu. Sebelum
sholat beberapa anggota yang pakaiannya kotor dan basah karena bermain di
sungai pun berganti pakaian terlebih dahulu di toilet. Baru kemudian berjamaah
melaksanakan sholat Dzuhur.
Sayang sekali
seusai sholat Dzuhur, kami tidak dapat melanjutkan tafakur alam di Danawarih.
Karena tanpa disangka gerimis mulai turun membasahi. Selain itu, beberapa
anggota yang letak rumahnya sangat jauh pun meminta untuk segera pulang lebih
awal. Akhirnya dengan berat hati, saya dan teman-teman harus mengakhiri
perjalanan tafakur alam kali ini. Sebelum benar-benar meninggalkan Danawarih,
kamipun sempat mengabadikan momen kebersamaan dalam sebuah jepretan foto.
Hati
rasanya sudah jatuh hati dengan Danawarih karena keindahannya. Berat rasanya
untuk meninggalkan tempat indah itu. Di dalam hati saya berjanji, suatu hari
nanti akan kembali ke tempat itu untuk kembali menikmati pemandangan alam yang
begitu memanjakan mata. Sekaligus mensyukuri ciptaan Tuhan yang tiada duanya.